Selasa, 26 April 2016

Musyawarah itu Penting

Belajar dari Advokasi Warga Desa Canden

Salah satu dari banyak hal yang penting dalam UU No 6 tahun 2014 tentang Desa adalah penghormatan atas hak politik warga untuk terlibat dalam kebijakan desa melalu musyawarah. Melalui permusyawaratan inilah diharapkan segala kebijakan desa akan mencerminkan kebutuhan dan kehendak bersama warga desa sehingga dapat dilaksanakan sekaligus dipertanggungjawabkan bersama. Menjaga musyawarah dan memperbaiki kualitas musyawarah sesungguhnya kita sedang menjaga dan mengambil manfaat lebih dari Demokrasi Desa

Sudah siapkah masyarakat desa bermusyawarah? Pertanyaan ini konyol ini sering terlontar diberbagai forum rapat maupun diskusi. Mengapa pertanyaan ini menjadi konyol? Jawabnya sederhana bahwa warga bukan penyelenggara pemerintahan desa, mereka justru harus disediakan ruang agar bisa aktif dalam bermusyawarah tentang agenda pembangunan di desa. Sangat banyak warga desa aktif yang memiliki kepedulian yang tinggi pada kemajuan desanya. Mau bukti geliat partisipasi warga desa? Bahwa mereka siap bermusyawarah? Bahwa mereka peduli?
Spanduk Protes warga yang dipasang Hari Minggu 24 April 2016

Dalam perjalanan ke solo, lewatlah pinggir lapangan di Desa Canden, Kecamatan Sambi Boyolali. Ada pemandangan tak lazim di lapangan itu, banyak spanduk spanduk protes yang bertuliskan “Kembalikan Lapangan Kami Harga Mati, Bukan 120 Jt ”, “Opo Duite Kurang Kanggo Riko”, “meleko kuwi lapangan”  dan masih banyak tulisan lainnya. Melihat hal aneh ini, saya berhenti sebentar untuk ambil gambar, kemudian berjalan menuju warung wedangan pinggir jalan yang kebetulan sedang banyak orang, maksud hati untuk mencari kabar ada apa dengan lapangan. Sambil memesan segelas teh hangat dan nasi gudangan, saya mulai pasang kuping apa yang menjadi perbincangan bapak bapak disini. Benar saja, mereka sedang asyik ngobrol dan menggerutu tentang lapangan yang katanya akan disewakan untuk tempat  produksi Cor beton jalan Tol.

Sebagian lapangan yang sudah dimulai untuk Cor Beton
Menurut penuturan warga bahwa hari jumat 22 April 2016 tiba tiba warga dikagetkan dengan backhoe yang ada di lapangan yang mulai mulai melubangi sebagian lapangan dan membuat jalan. Matrial seperti pasir juga sudah mulai masuk lokasi lapangan, ini yang memancing tanda Tanya warga yang tidak tahu mau dijadikan apa karena memang tidak ada musyawarah sebelumnya. Para pemuda mulai mencari informasi terkait dengan lapangan, dan akhirnya diketahui bahwa Lapangan akan dijadikan  tempat produksi cor beton. Pihak desa akan menyewakan selama 3 tahun , dengan nilai sewa 120 Juta. Melihat kenyataan ini maka pada minggu 24 April 2016 pemuda dan warga memasang spanduk protes dilapangan yang tegas menolak penyewaaan lapangan karena ini fasilitas umum yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan di desa seperti olahraga. 

Tanggal 25 april 2016 ratusan warga dan pemuda dari 9 desa menggelar aksi menolak penyewaan lapangan. Dialog pun akhirnya digelar dibalai desa yang menghadirkan Kades, Camat, perwakilan warga dan perwakilan dari DPRD. Proses diskusi yang panjang akhirnya aspirasi warga ini mendapat dukungan dari anggota DPRD Eka Werdaya, dan semua sepakat bahwa lapangan harus dikembalikan fungsinya. Kepala desa pun dengan tegas meminta maaf kepada warga terkait dengan penyewaan ini dan berjanji akan segera memperbaiki lapangan dan mencari tempat untuk produksi cor beton di lokasi yang lain.

Dalam peristiwa ini setidaknya kita bisa melihat bahwa : Pertama hanya dalam waktu 2 hari warga desa yang merasa kecewa dengan kebijakan pemerintah desa mampu mengorganisir diri dan menyampaikan pendapatnya kepada pemerintah. Kedua Mereka mampu meyakinkan kepada semua pihak bahwa yang mereka perjuangkan adalah benar sehingga dalam waktu cepat juga bisa mendapat dukungan dari wakil rakyat di DPRD. Ketiga Warga desa bisa menyampaikan aspirasinya secara damai dan menuntut adanya musyawarah (bukan aksi kekerasan), hal ini menunjukkan kedewasaan politik dan berpegang pada nilai nilai luhur yang ada di desa sebagai sesama warga desa. Keempat Hanya dalam waktu 4 hari tuntutan warga untuk mengembalikan fungsi lapangan dan pembatalan sewe menyewa dikabulkan dalam proses permusyawaratan yang damai. Kelima Kepala Desa dengan legawa menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat dan berjanji akan segera memperbaiki lapangan.

Advokasi yang dilakukan sendiri oleh warga ini menunjukan betapa banyak warga Negara yang aktif di desa yang bisa menjadi motor penggerak pembangunan desa. Mereka jelas memiliki kepeduliaan yang tinggi bagi desanya. Warga Desa Canden memberikan jawaban pada kita semua bahwa guyub itu masih ada, semangat membangun desa itu masih dimiliki warga desa. Mungkin kalau mereka acuh dan masa bodoh dengan desanya, akan dibiarkan lapangan itu menjadi  tempat produksi cor beton. Tetapi mereka memilih peduli bukan abai, ini potensi dan modal yang besar untuk membangun desa. Yang terpenting juga, tradisi musyawarah harus dihidupkan agar semua prakarsa warga terwadahi dengan baik dan dikelola bersama untuk kemajuan desa. Musyawarah itu penting. (SMS) 

Jumat, 15 April 2016

Jaman Akik

Jaman akik
Iki dudu babagan olo opo becik
Nanging nglairke ati kang mosik
Marang kahanan kang molak malik
Gawe bingung lan tintrime wong cilik

Jaman akik
Yen tak roso soyo mobrak mabrik
Kawulo yo mung kanggo ancik ancik
Nalikane pingin luru palungguhan dingklik

Jaman akik
Ing kono Durjana ngaku wong apik
Panyandange sarwo resik
Ning polahe tan bedo kirik
Di ajak apik jare mengko disik
Ewodene yen tumindak culiko rindik asu ginitik

Jaman akik
Sing duwe ati lan laku becik
Ewo semono malah den sirik
Mergo akeh priagung sing kemresik
Ukum nagoro malah den wolak walik
Pranatan suci den othak athik
Nuruti nalar kang licik

Jaman akik
Tan beda koyo akik,
Najan amung watu kang cilik
Nanging bisa katon becik
Diembani manik manik
Manggon ono driji opo dene jenthik

Jaman akik
Mulo ojo nganti atimu cilik
Teka titimangsane mengko, becik tetep becik
Pangukuman bakal tinompo marang kang licik
Ayo tetepo manteb dadi wong apik

@sinam_ms

Selasa, 12 April 2016

Kudu Gugat Sopo


Sik sik sik 
Sakjane opo to karepmu
Jare nyuwun karahayon, keslametan 
Urip aduh soko beboyo
Nir ing sambikolo

Nanging 
Tindak tandukmu
Solah tingkahmu
Adoh, adoh soko panyuwunanmu iku

Malah sajak ngawe awe tekane ciloko 
Hanggadang  gadang praptane beboyo
Siro entengake karahayon iku
Among pamrih kamulyan semu

Bumi den pulosoro
Den keduk den keruk kanti murang toto
Babar blas tanpo subo sito
Yo ngono kuwi anggonmu bekti marang Ibu Bumi
Opo maneh yen mung kancintrakaning liyan
Wis mesti wae siro kiwakno

Jane yo ora kurang kurang
Wisiking gusti ing jagat gumelar
Nanging pancen siro budeg
Nyoto nalarmu cubluk
Lan atimu wis remuk

Nanging aku ora kelangan pangarep arep
Muga muga ndang bali warasmu
Bali marang urip sejatimu
Kang rinengkuh welas asihing Gusti
Nyawiji marang Ibu Pertiwi

Solo 12 April 2016, 
@Sinam_MS 


Harus Gugat Siapa

Sebentar sebentar
Apa sih maumu
Katanya minta Keselamatan 
HIdup jauh dari bahaya
Tanpa aral melintang

Tapi, tingkah lakumu 
Sepak terjangmu
Jauh dari permintaanmu itu

Malah seperti memanggil datangnya celaka
mengharap datangnya bencana
Kau abaikan keselamatan itu
hanya karena kemuliaan semu

Bumi di aniaya
Digali dan keruk tanpa aturan 
sama sekali tiada sopan santun
Seperti itukah kau berbakti pada ibu bumi
apalagi kalau hanya kesusahan orang lain
pastilah kau abaikan 

Sebenarnya tidak kurang kurang
isyarat Tuhan di muka bumi ini
Tapi memang kalian tuli
Nyata nalarmu bebal
Hatimu ancur

Tapi aku tak kehilangan harapan 
Semoga segera kembali warasmu
Kembali pada kehidupan sejati
Yang direngkuh kasih sayang Tuhan
menyatu pada Ibu Pertiwi

Seminggu makan Mie Ongklok

Mie Ongklok, hidangan istimewa sehat dan murah ini akan kita jumpai saat memasuki udara dingin Wonosobo. Ini menu wajib kalau saya kebetulan singgah di kota di lereng gunung sindoro sumbing. Tidak ke Wonosobo kalau tidak makan Mie Ongklok, kira kira begitulah slogannya hehehehhe.

Apa sih Mie Ongklok ?
Mie ongklok adalah mie kuning rebus yang dilengkapi dengan berbagai sayuran seperti kol dan potongan daun kucai. Yang membedakan dengan mie rebus lainnya karena mie ongklok menggunakan kuah yang kental berkanji yang disebut loh. Kuah atau loh ini berasal dari pati yang dicampur gula jawa, ebi, serta rempah. 

Diberi nama mie ongklok karena menggunakan alat Ongklok untuk membantu merebus mie ini. Ongklok adalah semacam keranjang kecil yang dipakai untuk membantu perebusan mie. Penggunaan alat ongklok  khas wonosobo sehingga diberikanlah nama mie rebus ini menjadi mie ongklok, ini kata beberapa penjual yang sempat saya ajak ngobrol sembari menikmati lezatnya mie ongklok.

Awal kali saya merasakan mie ongklok saat melintasi Wonosobo dalam perjalanan keliling tilik radio komunitas di Jawa Tengah. Dan menjadi menjadi semacam kewajiban kalau ke wonosobo ya malam mie ongklok. 

Seminggu dengan Mie Ongklok
Akhir Nopember 2015, saya mendapat kesempatan dari Pemkab Wonosobo dan Infest Jogja untuk menemani Sekretaris Desa dan Relawan Pencerah Desa se Wonosobo belajar tentang Penyusunan RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) berbasis aset. Karena banyaknya desa, maka pelatihan di bagi dalam 3 (tiga) angkatan, dimana setiap angkatan ada 3 kelas dengan 6 fasilitator. 

Malam pertama di Wonosobo setelah pelatihan, saya bersama Suci Yogya, Mas Bintang Kebumen, Mas Muiz Jogja dan Cak Sadad Jombang menikmati Mie Ongklok dipinggir jalan dekat sri ratu. Mungkin karena saking laparnya Geblek (seperti Aci yang di goreng), Tempe Kemul dan Sate di meja kami habis, sehingga harus menjarah ke meja yang lain. Jamaah konsumen mie ongklok malam itu terpuaskan, sambil sedikit merefleksikan pelatihan hari pertama. Sayangnya fandi tidak gabung makan mie ongklok karena sedang asyik menyiapkan materi untuk hari kedua, sehingga fandi malam itu cukup makan di angkringan sebagaimana kebiasaan di jogja. mungkin fandi tetap ingin merasakan suasana di jogja walau sedang di wonosobo hehehe. Makasih ya mas muiz, yang traktir kami semua heheh

Malam kedua, 5 anggota Tim Fasilitator angkatan 1 pulang dan berganti dengan yang Tim yang kedua, saya ditinggalkan sendirian di Wonosobo hik hik hik. Malam itu makan sendirian.................. aduhhhhh gak asyik makan sendirian ya hik hik hik. Dari hotel Kresna saya jalan kaki menuju alun alun, sampai di dekat alun alun bingung mau pilih makanan apa, ah gak mau mikir lama mau makan apa, pas di pinggir alun alun ada gerobak mie ongklok yang sedang melayani 1 orang pembeli, duduklah aku di kursi plastik itu sambil pesen mie ongklok. lumayan deh ada temen makan sambil ngobrol dengan mase yang jual mie. Sukses makan mie ongklok yang harganya cuma 5 ribu coyyyy, pulang ke hotel sambil, tak lupa beli tempe kemul jaga jaga kalau kelaparan di malam nanti hehehe.

Malam ketiga, dengan mbak Arum dan Mbak Suci Solo kami berjalan ke arah alun alun. Mbak dewi dan mbk titik solo tidak bersama kami karena ada ketemuan dengan temen temen LPTP di wonosobo. Mbak Suci penasaran dengan mie ongklok, maka kami bersepakat makan mie ongklok di depan alun alun. eh ada cerita menarik sekaligus menyebalkan lho,,,,,,. Saat kami makan ada dua orang yang di belakang kami, salah satunya makan mie ongklok. Tak lama kemudian mangkok itu ditaruh di dekat taman dan tidak ada lagi orang yang tadi makan, bapak yang jual mie ongklok kaget dan mencari cari yang makan tadi yang ternyata belum bayar. Kami bertiga kaget kok ada orang yang tegas ya enggak bayar mie ongklok, padahal murah lho. si bapak keliling terus mencari dan tetap tidak ditemukan siapa yang makan dan tidak bayar tadi. Saat ngobrol dengan bapaknya, ternyata ini bukan yang pertama, katanya dulu ada 8 orang yang makan dan pergi tanpa bayar, tega ya. ehhh pemirsa bapaknya ini sudah jualan mie ongklok sejak 27 tahun yang lalu lho. Kata bapaknya, rejeki sudah ada yang mengatur, suka duka jual mie ongklok sudah dijalani dengan ikhlas. Mbak suci yang iba dengan bapak penjual mie ongklok, selain bayarin 3 mie ongklok yang kami makan, juga bayarin yang di makan orang tak dikenal tadi. makasih mbak suci dah traktir kami..... walau mbak suci kurang begitu suka dengan mie ongklok hehehe

Malam ke empat, saya sudah merencanakan makan dengan mbak arum, eh tiba tiba mas budi datang dengan mas hasan wonosobo, kami ditraktir makan mie ongklok lagi. walau warung yang ini agak lebih keren di banding sebelumnya, tapi tetep saja enaknya mie ongklok sama sama maknyussnya. Malam kelima, atau malam terakhir di wonosobo, akhirnya aku putuskan untuk menyelesaikan perjalanan di wonosobo dengan mie ongklok lagi, sehingga tiada malam tanpa mie ongklok menjadi taglinenya wkwkwkk.

Wonosobo itu mie ongklok, dan mie ongklok itu wonosobo. awas kalau aku ke wonosobo lagi, tak ongklok ongklok mie nya





Mengenal Media Komunitas

Mengenal Media Komunitas Oleh: Sinam M Sutarno “ setiap orang  berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi d...